Pemda Kota Bitung mengerahkan Satuan Polisi Pamong Praja, yang di back up oleh Polda Sulut, dan TNI tiga matra (AD, AL dan AU), memaksa penggusuran di lahan yang akan dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus. Sedangkan Warga yang didampingi oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Manado, melakukan perlawanan.
Akibatnya bentrokan tak terhindarkan. Awalnya warga Masata dapat memukul mundur pasukan Satpol PP. Sejumlah siswa sekolah yang berada di lokasi tersebut terjepit saat terjadi aksi saling dorong warga dengan Satpol PP. Namun Pemda Kota Bitung kemudian mengerahkan alat berat escavator dan loader, sehingga warga kesulitan menghalaunya.
Sejumlah warga Masata ditangkap Tim Buser Polda Sulut maupun Polres Bitung, karena dianggap sebagai provokator. Bentrokan yang terjadi di lahan seluas 92,6 Hektar tersebut dipantau langsung oleh YLBHI Manado.
” Kami tetap konsisten mendampingi warga MASATA, penggusuran kali ini ada indikasi pelanggaran HAM berat, sehingga kami berkoordinasi dengan KOMNAS HAM, ” kata Arya Rahman.
Menurut Arya Rahman, dari Divisi advokasi YLBHI Manado, lahan yang telah ditempati warga ini masih berproses secara hukum di PN Bitung, MA dan PTUN, sehingga penggusuran kali ini dinilai cacat hukum. Dan anehnya pemerintah setempat tak memberikan ganti rugi bangunan kepada warga.
” Kami mengecam keras aksi paksa, penggusuran di lahan MASATA, karena dasar hukum penggusuran hanya dikeluarkan oleh Dinas Tata Ruang Pemda Bitung. Seharusnya dasar penggusuran berdasarkan keputusan Pengadilan, artinya pemerintah sendiri yang melanggar prinsip rule of law,” pungkasnya.